Obsesi ke Ujung Genteng sebenarnya dimotivasi oleh keberadaan penyu-penyu yang ada disana. Sungguh amat penasaran, dan itu yang menjadi daya tarik bagi saya untuk pergi kesana. Kalo jodoh memang tidak kemana, gagal touring motor kesana, kemudian mendapat ajakan untuk backpackeran kesana. Peluang yang kemudian tidak saya sia-siakan tentunya.
Setiap kejadian terkadang tak sesuai rencana, namun tentunya Allah sudah persiapkan yang lebih baik. Rencana backpackeran gagal untuk kemudian menjadi Road Trip menggunakan mobil ke Ujung Genteng, lebih enak memang jadinya. Dua orang rekan cowok saya urung berangkat, itu yang membuat saya ragu untuk kemudian ikut bergabung, terlebih 3 hari sebelumnya saya tidak berada di rumah , menghabiskan waktu di kampung toga, Sumedang, agak segan untuk minta izin orang tua, ditambah kondisi badan yang sudah mulai tumbang saat itu.
Galau, itu yang menyertai satu hari sebelum keberangkatan. Namun setelah bicara dengan orang tua, dan mendapat nasihat dari mereka, tekad ini kembali muncul untuk berangkat. Ketika mereka percaya pada kita, apa yang kemudian menjadikan kita tidak menjaga diri sendiri dan menjaga teman-teman lain disana.
2 mobil akhirnya berangkat menuju Ujung Genteng, dengan komposisi 4 orang pria, dan 7 orang wanita. Karena sifatnya road trip, peminat wanita tentunya lebih banyak. Komposisi seperti ini tercipta karena beberapa rekan akhirnya urung untuk berangkat disebabkan banyak hal.
Bismillah, jalani saja, kembali meluruskan niat bahwa kepergian ini untuk mencharge diri agar lebih segar dalam menghadapi kepenatan dunia klinis Rumah Sakit yang kelak (kembali) kita hadapi, juga untuk mempererat semangat kolegalisme diantara kita, juga untuk mentadaburi alam Nya.
Perjalanan cukup panjang, berjam-jam dengan jalanan yang tak begitu baik kondisi nya. Hampir sekitar 8 jam perjalanan dan kita singgah di Curug Cikaso. Disini terdapat 3 air terjun, untuk mencapainya kita perlu naik perahu sekitar 3 menitan. Pemandangan yang sangat indah dapat kita temukan, sekali memandang 3 air terjun kita nikmati. Sungguh luar biasa, belum lagi percikan air yang sesekali membasahi badan kita membuat kita seolah ingin terjun dan berenang disana. Di curug cikaso saya mendapat oleh-oleh, luka dibagian sikut karena sempat terjatuh, tergelincir di bebatuan besar disana, jatuh menghantam batu, dan sikut ini jadi korban. Sakit memang, tapi terbayar dengan keindahan alam yang dirasakan disana.

* subhanallah, alam seindah ini ada di Indonesia, Curug Cikaso namanya kawan!

* menggunakan perahu menuju curug cikaso



* curug cikaso
Setelah puas mentadaburi alam curug cikaso, perjalanan dilanjutkan menuju Ujung Genteng, 2 jam kurang lebih waktu tempuh dari curug cikaso, dengan kondisi jalan yang (tentunya) masih tidak baik, banyak jalan berlubang dan jalanan berbatu menuju sana.
Tiba di penginapan, singgah sebentar untuk kemudian menuju pantai terdekat. Disana kita bisa memandang sekumpulan ikan berwarna-warni, udang, maupun cacing laut di sela-sela batu karang. Malam dihabiskan dengan jamuan makan juga dengan berbincang.
Esoknya, setelah puas tenis meja sebagai olah raga pagi, perjalanan dilanjutkan ke pantai dengan pasir putih yang benar-benar cantik, yaitu di cipanarikan, tidak kalah cantik dengan bali. Serasa pantai pribadi disana, hanya kita satu-satunya yang ada disana pada saat itu. Namun untuk menjangkau daerah ini sangat diperlukan usaha keras, melewati jalanan off road. Off road dalam arti kata sesungguhnya! Sebenarnya, ada juga lokasi di mana kita bisa berselancar di atas ombak yang cukup menantang yang terkenal dengan sebutan ”ombak tujuh”. Lokasi ini merupakan kawasan favorit bagi wisatawan mancanegara untuk olahraga selancar.


* pantai cipanarikan, cantik bukan?? dan ini masih di Indonesia! :)









* pantai cipanarikan, we called it, our private beach :)
Sore hari, ini waktu yang saya tunggu-tunggu. Melepas penyu. Walau badan ini sudah agak tumbang, meriang, batuk, pilek, sakit badan dan gejala-gejala lain yang menyertai pada saat itu tidak menjadikan saya urung berangkat kesana, walau harus menggunakan ojek, dengan jalanan off road, dan hujan deras! Saatnya menuju tempat penangkaran penyu hijau (Chelonia Mydas) di pantai Pangumbahan. Semua terbayar ketika tiba di tempat, terutama pada saat melepas tukik (anak penyu) ke laut. Seribu lebih tukik yang kita lepas pada saat itu. Semoga banyak dari mereka yang bertahan hidup.


* ini tukik (anak penyu) yang akan kita lepas ke laut

* melepas seribu lebih tukik ke laut

* penangkaran penyu Pangumbahan
Malam ini juga kami sempat diberikan guncangan, guncangan dalam arti sesungguhnya, gempa dengan kekuatan 5,1 arah barat daya Kabupaten Sukabumi sempat mencemaskan malam.
Hampir tumbang, memasuki tengah malam, kantuk menyerang. Jam 11 malam akhirnya kita mendapat kabar bahwa penyu dewasa sudah naik dari laut ke pantai untuk bertelur. Alhasil, jam 11 malam kembali menggunakan ojek melewati jalanan off road tadi, dengan kiri kanan hutan, menuju pantai pangumbahan.
Menunggu sang penyu bertelur itu sungguh lama (soalnya penyu tersebut tak bisa dikunjungi ketika proses bertelur nya, tapi seusai itu baru bisa dikunjungi). Tak kuasa menahan ngantuk sambil menunggu, sebagian kita tertidur di mobil, lantai, kursi, ditengah iringan hujan. Jam 12 malam lebih baru kami bisa mengunjungi penyu dewasa yang sedang bertelur itu. Karena penyu-penyu itu sangat sensitif dengan cahaya, sehingga membuat mereka gagal bertelur, kami memasuki daerah pantai tanpa penerangan. Bayangkan, jam 12 malam lebih, dini hari, kami menyusuri pantai hanya bermodal cahaya bintang dan rembulan saja. Namun lagi-lagi ini terbayar, ketika kami akhirnya bisa menyaksikan penyu yang naik ke pantai tersebut. Sangat besar, semacam monster rasanya kesan pertama yang muncul di diri saya ketika melihat penyu dewasa tersebut. Beratnya mungkin bisa mencapai 200 kg, bayangkan 200 kg! Bisa menyentuh hewan ini langsung menjadi pengalaman tersendiri yang sulit untuk dilupakan. Menutup malam dengan indah pada saat itu.
Hari ketiga saatnya untuk kembali, menuju Bandung. Di hari terakhir, pagi hari ketika keluar penginapan, hampir semua sandal kita raib digondol maling. Pulang salah jalan, muter-muter kota Cianjur untuk berburu oleh-oleh bagi orang terkasih menjadi warna yang menyertai perjalanan ini. Over All, Berkesan!
Alam ujung genteng ini memang menggoda untuk di kunjungi, namun jangan berharap akan mudah untuk mencapai ujung genteng, karena disana benar-benar tempat yang terpencil. Hanya ada beberapa warung, barang yg dijual pun tidak lengkap. Fasilitas transportasi agak sulit. Dan jarak antara satu wisata dengan wisata lainnya sangatlah jauh, belum lagi jalanan off road tengah hutan nya yang luar biasa membuat kita menggelengkan kepala tiada henti.
Namun ada rasa, untuk kembali mengunjungi tempat ini, bersama istri dan anak-anak tercinta kelak :)
penyunya banyak banget.... *jangan lupa main ke blog saya :D
wah seru banget nih liburannya...
Subhanallah indah sekali. Semoga suatu saat bisa ke sana